skip to main |
skip to sidebar
semalam kami berombongan ke the little grill. sebuah collective restourant di harrisonburg. ini sebuah restoran yang dikelola secara kolektif, bukan milik perorangan. resorannya sih nggilani: kecil, sumpeg dan banyak barang pating kranthil.
tapi yang menarik adalah pelayanannya yang baik, ramah dan membiarkan kita bebas mau ngapain juga. meja-meja ditata untuk dua orang. tidak terlalu besar memang, mungkin menyesuaikan jenis makanan yang disajikan juga tidak membutuhkan ruang besar. makanannya serba praktis. minumannya pun praktis: botolan.
saya hanya memesan tempe burger dan ginger beer... he.. he..yang pertama itu bener-bener tempe yang dibikin burger lalu disertai dengan kentang goreng dengan saus seperti biasanya terlihat di KFC atau McD. sedangkan ginger beer itu macem temu lawak rasanya.
[tapi teman saya dari india yang ngotot ingin minum beer bener-bener memesan beer sampai 2 botol].
makanan jenis beginian ini bener-bener bikin kenyang. tapi ternya tidak untuk yang lain, karena sepulang dari sana, mereka masih mengajak ke tempat minum... halah!
akhirnya, ya saya menurut saja karena cuma nunut. saya ikutan ke restoran calhoun's restourant and beverage. di sana saya beneran jadi minum beer. lha gimana, wong yang lain pada minum wine jee...
begitulah, kami di sana sampai larut malam. dan pulangnya kami diantar oleh ruba, mahasiswi asal dari palestina yang mengambil kuliah bisnis di EMU dan yang malam itu bertugas mengantar-antar kami semua dengan mobilnya.
rupanya,
begitulah kebiasaan mahasiswa EMU: dilarang minum alkohol maupun merokok di semua bagian kampus. tapi ketika akhir pekan mereka menghambur ke pubs di downtown sampai larut.
sepulang dari sana, saya tertidur di sofa sampai subuh. [dan rupanya saya jadi obyek foto-foto mereka karena ngorok di sofa tanpa peduli lingkungan seperti apa... maaf, ini kebiasaan lama yang tidak juga hilang: tidur bisa di sembarang tempat! he..he..]
kami baru saja pulang dari mengunjungi green valley book fair. asyik juga dapet buku-buku used dengan harga di bawah $1.00. dengan hanya keluar sekitar $18 saya membawa pulang 7 buah buku untuk arsitektur. mungkin kali lain saya perlu ke sini lagi untuk buku yang lain.
saya membeli beberapa seri dari jurnal PERSPECTA dari yale architectural press. serial itu tentang sejarah arsitektur, program arsitektur, dan beberapa lagi lali...
juga buku dari saskia sassen [the global city,2000], seorang penulis yang otoritatif di bidang sosiologi perkotaan. mungkin rekan-rekan yang mendalami perkara ini bisa mengambil manfaat darinya. buku ini bagus dibaca bersama dengan buku-buku edward soja tentang cultural geography.
beberapa buku yang saya beli dari amazon.com belum datang. mungkin sudah datang tapi karena hari sabtu begini kantor SPI tutup sehingga tidak bisa menerima kiriman buku yang datang.
amerika adalah negeri boros.
bangunan tiga lantai peraturannya tidak perlu lift. tapi di sini, di amerika sini di tempat peraturan itu dibuat justru peraturan itu tidak berlaku.
makanan juga begitu. di ruang dinner itu berlimpah makanan yang pasti selalu meninggalkan sisa. terlebih-lebih bahan organik yang kalau diawetkan juga hanya tahan beberapa hari dan berkkurang pula kesegarannya. sementara itu, di SPI ini hampir tiap hari ada acara makan-makan. dan selalu berlimpah volumenya.
penggunaan ruang juga demikian. begitu banyak ruang sisa yang terbuang tidak berfungsi.
ruang luar yang sedemikian luas 'ngablah-ablah' tidak bisa dikompakkan sehingga menghasilkan peruntukan yang efisien. [lihat kumpulan foto tentang arsitektur di harrisonburg]
apakah ini mentalitas orang kaya?
tidak juga, karena di negara kaya yang lain, swiss misalnya, di sana ada dorongan untuk memanfaatkan ruang-ruang yang njlepit itu dengan hormat. sebisa mungkin dimanfaatkan sehingga terjadi akumulasi makna dari tiap jengkal tanah atau ruang.
di amerika, ruang luar tidak dihargai. [dihargai sih, cuma orang tidak tinggal di situ. tidak berlama-lama di situ].
rumah -dan bangunan pada umumnya- diperlakukan seperti kontainer. selesai dalam sistem internalnya sendiri, tidak perlu ada relasi dengan luar. bangunan bener-bener dikendalikan oleh mekanisme elektrik dan digital. suatu lifestyle yang butuh dukungan sumber energi besar. tidak heran bila amerika selalu menyelenggarakan perang tahunan di belahan duna lain untuk memperebutkan sumber-sumber energi dunia.
orang amerika agaknya perlu dikasih tau bahwa gaya hidup mereka yang boros itu sebenarnya dibayar oleh bagian dunia lain yang [terpaksa] harus miskin demi para yankee dan koboi itu!
di sini banyak pasangan muda yang sudah menikah. teman satu kelompok saya -susanna- sing isih cuilik kuwi, jebul sudah menikah setahun lalu. [padahal bocahe isih nyil-nyilan dan tangan serta kakinya penuh tato]. dan saya lihat di kampus EMU ini banyak anak muda yang sudah menikah.
mungkin ini memang ideologi yang berlaku di sini bahwa lebih baik hubungan cowok-cewek itu diresmikan dalam pernikahan dari pada mereka menjalani hidup bebas dari aturan.
saya lihat di restroom [toilet] ditempel peringatan mengenai perlunya anak asrama putri waspada terhadap siphylis dan pergaulan bebas yang akan mempermalukan keluarga. lebih baik mereka itu aktiv berolah raga sehingga energi bisa disalurkan ke sana. tidak heran bila olah raga di kampus ini sangat maju, sangat didorong dan sungguh berprestasi.
untuk itu, makan yang bergizi itu perlu. dan makan siang di kampus ini sungguh lengkap. apa pun boleh diambil dan dimakan. muacem-macem ada.
yang menarik adalah di tiap meja ada semacam leaflet yang kira-kira berbunyi "apakah anda makan karena sungguh-sungguh lapar?" dan di pintu masuk ada banyak leaflet yang memberi keterangan mengenai makanan sehat. jadi, rupanya siapa pun yang makan di ruang makan bersama ini diminta agar mereka makan dengan bijaksana.
sessi pertama yang sama ambil adalah 'developing healthy organization" yang diampu oleh david brubaker dan jane ellen reid. saya mengambilnya karena sebagai mantan pejabat [halah...] di prodi saya merasakan perlunya berbagai kepentingan yang kadang berkonflik itu bisa dikelola dengan konstruktif.
ternyata yang saya dapatkan lebih dari yang saya kira. sessi ini memang diikuti oleh orang dari kalangan yang mirip dengan keadaan saya: dosen, kepala sekolah, aktivis NGO pendamping masyarakat, dan pejabat pemerintah.
bagaimana kelas dikelola itu sendiri adalah pelajaran menarik bagi saya. tapi untuk yang ini saya ingin menulis kali lain.
hari pertama saya kelelahan. tidak ngerti apa-apa. diajak ngomong gak nyambung. sehingga ketika harus mengisi angket mengenai penyelenggaraan kuliah hari itu saya menulis mengenai perlunya para peserta dipersiapkan dulu untuk mengikuti sessi selanjutnya. agaknya komentar saya ini didengar karena esoknya -yakni hari selasa ini- ada maklumat agar para peserta membaca terlebih dulu materi yang akan dibahas, demikian pula agar dosen memberi resume pada awal maupun akhir kuliahnya.
yang kedua -ini juga pasti karena komentar saya- agar para peserta mau bicara 'demi orang lain' yakni mereka yang bahasa pertamanya bukan bahasa inggris.
dari hal-hal di atas itu hari ini saya bisa mengikuti perkuliahan dengan lebih enak. apa lagi materinya menyinggung anthony giddens, foucault, durkheim, parsons, dsb. yang memang menarik minat saya.
namun demikian, ternyata yang berlangsung kemudian adalah amat pragmatik dan praktis. tidak ada lagi diskusi teoretik [padahal minat saya justru yang ini]. beberapa pertanyaan saya malah dirasa mengganggu bagi peserta lain karena meng-nol-kan persoalan... he..he..
ya sudah. btw, buku yang dipakai menarik. tapi saya tidak beli karena tidak punya uang untuk diri sendiri. lha kalau PSPP mau mbayari ya mau saja saya beliin..:-)
oke, segitu dulu
pagi tadi pembukaan dilaksanakan meriah.[silakan klik ini untuk berita tentang acara pembukaan]. meriah dalam arti, selain banyak makanan, juga karena ternyata pesertanya memang sangat beragam: warna kulit, asal-usul, kepercayaan, bentuk dan ukuran badan... yaah... semeriah hiasan quilt yang dipajang di mana-mana dan dikenakan oleh beberapa ibu-ibu di sana. [perempuan memang sangat mendominasi kegiatan SPI ini. sejak dari penjemputan saya di washington, ngurusin pemondokan, aktivitas di gereja, sampai pada kegiatan dalam kelas pun didominasi peserta perempuan. jadi, tidak hanya pada upacara pembukaannya..!]
ketika registrasi itulah saya ketemu mas sumanto. mahasiswa asal indonesia yang belajar di EMU dan barusan menyelesaikannya. dan ternyata ada lagi mahasiswa asal indonesia yang belajar di situ: zainudin prasodjo, dari UGM. jadilah kami berempat [ditambah lagi temah dari aceh],kami ngariung. nglesot di lantai deket jendela golek matahari pagi... lalu beberapa peserta dari mesir dan irak bergabung juga, mungkin heran melihat cara kami duduk yang memelas itu... [mahat]manto dan [su]manto[s] tidak jauh beda. sama-sama pendek. hanya yang satu gendut, yang satu kurus. kebetulan kami juga berbaju mirip: baju lengan pendek tanpa leher.
makan siang hari ini berlangsung di ruang pertemuan samping gereja. kami para peserta SPI diundang oleh gereja, diajak berdoa bersama, berkenalan dan kemudian makan bersama [potluck].
kami semua diminta berdiri membentuk lingkaran besar dan kemudian masing-masing memperkenalkan diri: nama dan negara asal. ruang pertemuan seperti ini diperlukan karena aransemen ruangnya bisa luwes diubah, sementara gedung gerejanya sudah dibikin fixed, baik tempat duduk maupun ornamennya.
makan siang itu terdiri dari berbagai macam masakan. ada nasi goreng, itu yang mengherankan. terlebih lagi: rasanya enak!
dan kemudian beberapa makanan lagi yang aku tidak tahu namanya, asal ambil dan coba saja untuk merasakan perbedaan masing-masing.
ada yang panas ada yang dingin.
ada yang keras dan ada yang lembek kayak bubur.
ada yang kecut ada yang manis.
menangani dua dikotomi itu mereka ambil sikap mencampurnya, kayak oblok-oblok.
mungkin itu juga mentalitas mereka dalam menangani keragaman kultur yang amat tinggi. semuanya musti terbuka dan semuanya musti bersedia untuk bercampur atau mencampur.
di indonesia, di dalam rumah biasanya lebih dingin dari pada di luar. sedangkan di sini, sebaliknya: di dalam ruangan lebih hangat dari pada di luar. di luar, wah... seperti pake ac yang disetel kegedean. pagi ini aku ke gereja dengan baju tanpa leher. ya, pasti aja kedinginan. pulang dari sana, ketika kami mau makan siang di tempat sama [di gereja itu disediakan ruang pertemuan untuk makan siang kami tadi] maka saya sudah berjaket rapat dan berkaus kaki. dinginnya tidak begitu terasa menusuk lagi.
kebaktiannya sendiri hangat dan hidup.
saya senang mengikutinya, walau pun ada masalah [besar] dengan bahasa inggris. karena mereka yang umumnya berbahasa inggris dengan lancar [halah!]
liturginya sendiri -menurutku- diturunkan dari tradisi konservatif. kutbahnya -sepanjang dapat aku tangkap- ngomong tentang kitab suci melulu. kurang bernilai sosial, meski pun tajuknya tentang 'down to earth peace'.
dalam liturgi ada acara yang menarik, yakni diundangnya anak-anak ke depan mimbar yang sudah digelari kain quilt. anak-anak duduk di atasnya dan pak pendeta nglesot lalu mendongeng untuk mereka sekitar 10-15 menit. ini menarik karena anak-anak dilibatkan dalam ibadah sehingga mereka tidak berjalan-jalan mengganggu jalannya ibadah, demikian pula kepada orangtua diperlihatkan bagaimana pedulinya gereja pada anak-anak mereka.
SPI session pertama kali ini menarik karena diikuti banyak sekali peserta dari timur tengah dan afrika. dari asia hanyalah indonesia, laos dan filipina. dari timur tengah serta india barat adalah: pakistan, afghanistan, irak, yordania, lebanon, mesir. juga dari kosovo.
sedangkan dari afrika saya kenal yang dari uganda dan liberia.
dari liberia adalah seorang pastor katolik roma, sedangkan dari mesir adalah pastor dari gereja koptik. dari uganda adalah juga seorang pendeta anglikan.
ini semua mengingatkanku pada acara di bossey beberapa tahun lalu: suasana multi-agama.