skip to main |
skip to sidebar
SPI ini banyak dihadiri perempuan. baik panitianya, pun pesertanya. [ning ora ana sing ayu. akeh-akehe lemu-lemu]
demikian pula ketika kami masuk kelas di session terkahir ini, lisa mengundang seniman perempuan cyndi untuk bicara mengenai proses kreatif dia sebagai perupa. beda dari perempuan lain, cyndi ini tidak lemu. kurus, seperti kebanyakan para pekerja keras lain.
karyanya, drawing dan sculpture, penuh dengan pernik ornamental.
saya ketemu dengannya beberapa kali lagi. pernah juga dikenalin dengan suami dan anak lelakinya. terakhir ketika dia membawa[kan] karyanya untuk saya lihat dan pegang.
di kelas memang saya omong kalau -mengikuti st.thomas- "tidak mau percaya omongan orang sebelum jari saya menyentuhnya sendiri karya anda". karyanya memang penuh dengan terkstur. tidak visual semata. artinya, perlu dipahami tidak cuma dengan mata, tapi juga rabaan.
rupanya dia memang serius dengan permintaan saya, sehingga dia bawakan karyanya pada saya.

apakah ada hubungan antara perempuan dan pernik-pernik ornamental? ada yang bilang bahwa pemahaman purba manusia mengenai jarak dan ruang itu lewat rabaan, bukan lewat pandangan mata. seorang bayi mengukur kedekatan dan kejauhan ruang sekitarnya lewat jangkauan tangan dan rabaan orang di sekitar dia.
pengalaman dunia lewat rabaan [tactile] itu merupakan pengalaman purba. purba dalam arti dasariah, bukan dalam arti telah berlalu dan tidak berfungsi lagi. tiap orang bisa membangkitkan kemampuan purba yang bagi orang dewasa telah tertindas oleh rationalitasnya ini.
dan ada yang bilang lagi, perempuan memiliki segenap kemampuan ini dalam kesiagaan penuh. dia konon lebih simpatik, mampu berbela rasa, dan mampu masuk ke dalam situasi secara menyeluruh, empati. mungkin itu sebabnya, banyak perempuan di pelatihan perdamaian ini. para cowok lebih suka berantem dari pada berdamai!
karya-karya cyndi, bila dilihat dari perspektif itu, perempuan banget! dan cocok untuk konteks perdamaian yang diusahakan oleh SPI ini.


beberapa hari ini diselenggarakan program bach's festival, sejak tanggal 10 juni kemaren. saya ingin benar nonton konser ini, bahkan pada awal kedatangan saya di sini ini saya sudah menghubungi panitia untuk minta jadwal dan beli karcisnya. tapi apa daya, karcisnya larang banget: $15 untuk student sehingga saya lupakan saja keinginan ini.
kemaren pagi, ketika istirahat jam 10.00 saya lihat ada pengumuman bahwa yang ingin nonton konser musik gratis, tersedia pengantaran, pada jam 12.00-13.00. acara ini masih dalam rangka festival bach di atas.
lha ternyata pengantarnya adalah margareth foth, si nenek baik hati ini.
lha ya langsung saja saya ndaftar. dan ternyata, yang ndaftar cuma 2 orang: saya dan beth, ibu muda dari washington DC, salah satu peserta SPI juga.
jadilah kami berdua diantar margareth ke gereja ashbury united methodist church, di downtown harrisonburg.
siang itu dimainkan karya libby larsen [b.1950] yang berjudul slang, suatu komposisi violin, clarinet dan piano. kemudian disusul oleh karya mozart [1756-1791] ein musikalischer spash, K.522, yang dimainkan pada horns, violins, viola dan cello. dan diakhiri oleh karya karl pilss [1902-1979] sonata for trumpet and piano.
yang menarik adalah karya kedua [dari mozart] yang memang dari judulnya saja sudah menunjukkan bahwa karya ini semacam karya lelucon, main-main yang serius. pertunjukan bagian ini diawali dengan pidato pembukaan dari pemimpin rombongan, tapi kemudian disela oleh pemain lain yang menanyakan partitur dia kok nggak ada. ternyata, partitur itu dibawa oleh anak kecil dipakai mainan [tapi, tentu lelucon ini adalah bagian dari pertunjukan mereka]. lalu kemudian di tengah pertunjukan, ada pemain yang berhenti [karena bagian untuk instrumennya memang harus berhenti] yang kemudian dia memanggil tukang pizza dan dia makan di situ, sambil temannya baca koran... dst.
pendeknya, musik klasik yang biasanya disikapi dengan dan dibawakan secara serius itu, kali ini jadi lain: full cengengesan. bayangkanlah, tengah hari ketika habis lunch, kita diharuskan mendengarkan hal yang serius kan susah, nah... begitulah maka karya ini menyumbang untuk refreshing di tengah hari kerja.
agaknya, margareth terkesan karena cuma saya yang tertarik pada acaranya. tadi pagi dia nanya apakah saya mau nonton konser esok sore? saya jawab bahwa sudah sejak lama saya pengen nonton tapi gak punya duwit. tiba-tiba dia nawarin untuk membelikan karcis bagi saya. halah...
jadi, sodara-sodara, besok sore saya akan nonton konser bach. karcis sudah dibelikan, dan untuk menghormatinya, saya ingin datang.
bener kata bu jeanny,
simbah ini baik banget!
storytelling adalah seni menyampaikan hal yang kita anggap penting kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga mereka tergerak hatinya. storytelling itu mirip kerjaan seorang sales pemasaran: membawakan dengan segala cara keterangan mengenai komoditas kita kepada konsumen agar dia tergerak dan bergerak ke arah tertentu. ini memang tindakan persuasif yang tentunya juga lalu bersifat politis.
storytelling tidak harus selalu dibawakan dengan kata-kata, meski pun asalmulanya ketrampilan ini memang dari sana. storytelling untuk anggota kongres agar mereka menaruh perhatian pada perlunya perubahan kurikulum sekolah dasar agar anak-anak kenal pada peacebuilding sedini mungkin, misalnya, perlu dibawakan dengan tabel, foto dan diagram, selain dengan kata-kata yang persuasif.
pada dasarnya, ini mengembangkan pola komunikasi: sumber, medium, pesan, konteks dan penerima.
kelas di session keempat ini menambahkan peran "art" di samping media dalam peacebuilding. apa peran seni dalam peacebuilding?
seni adalah sebentuk medium komunikasi, bedanya dengan media lain yang diterangkan di atas, seni menyentuh sisi yang lebih dalam dari kesadaran manusia. di kedalaman inilah sebenarnya banyak bekerja dorongan-dorongan untuk berkonflik secara terbuka atau sebaliknya kebutuhan akan perdamaian berada. jadi, kita perlu menyentuh hati sampai kedalaman itu dalam menjalankan tindakan proses peacebuilding.
baik seni rupa, seni suara, seni tari, musik, instalasi dsb. memiliki peran yang kuat dalam menyentuh kedalaman rasa dan hati manusia.
di kelas inilah saya berada dalam session keempat ini, bersama lisa, instruktur muda kami [iki bojone bill goldberg, dan pernah ke ukdw].
baru saja kami pulang dari menonton film dokumenter mengenai rekonsiliasi di nigeria utara. judulnya imam and pastor. ini film produksi dari FLfilms bagus sebagai contoh mengenai peran pemimpin agama dalam mendorong umatnya agar memiliki semangat "pengampunan".
keterangan mengenai film ini bisa dibaca di situs iofc berikut ini [silakan klik ini].
ini kisah dari dua orang fundamentalis dari kedua belah pihak: islam dan kristen. yaitu imam muhammad ashafa dan pendeta james wuye. ashafa lahir dari keluarga imam dan sangat taat pada agamanya, sedangkan james ini anak mbambung yang kemudian bertobat menjadi pendeta pentakosta. dalam berbagai kerusuhan, james sempat terpotong telapak tangannya yang kanan.
pendeknya, keduanya akhirnya bergumul secara pribadi dan menemukan kesimpulan sama bahwa yang bisa dilakukan hanyalah mengampuni satu sama lain.
dalam diskusi setelah film itu muncul pertanyaan [yang saya setujui juga]: ini film menyederhanakan konflik islam-kristen menjadi hubungan hanya di antara pemimpin-pemimpinnya saja.
namun demikian, ini adalah sekadar contoh bahwa pemimpin punya potensi untuk menggerakkan umat pimpinannya untuk memilih perdamaian katimbang pertumpahan darah.
untuk traillers film tsb. silakan klik di situs FLfilm ini.
harusnya, burg itu lebih besar dari ville. tapi, kenyataannya, knoxville itu kota yang lebih besar dan lebih ramai katimbang harrisonburg yang saya tempati kini.barusan saja kami kembali dari knoxville, setelah empat hari di sana.
pulang ke kota kecil lagi.
terus terang, saya tidak tahu sebenarnya kepentingan apa kok kami para peserta SPI ini musti diajak ke knoxville.
kegiatan kami di sana adalah bertemu dan bergaul dengan para aktivis perdamaian, lebih tepat: para pendamba perdamaian dunia. mereka umumnya adalah para pensiunan yang setelah selesai bekerja bagi negara lalu bertempat tinggal di kawasan hijau berhutan-hutan dengan danau yang terjadi karena dam untuk membangkitkan tenaga listrik di sungai tennessee itu.
lho, katane knoxville itu kota lebih besar dari harrisonburg, lha kok berhutan-hutan?
iya, emang gitu, knoxvillenya itu memang kota ramai, tapi yang kami tempati adalah keluarga pensiunan yang tinggal di pinggiran knoxville tadi: lenoir, tanasi dsb. itu daerah berhutan dengan banyak kijang bersliweran di jalan, dan di pinggir danau yang bisa untuk berperahu di sana [ada juga tadi siang saya lihat bangkai kijang di tepi jalan].
bila dikatakan "aktivis perdamaian" yang saya maksud hanyalah para pendamba perdamaian. mereka, para pensiunan ini "hanya" bisa berkontribusi pada memberi sumbangan dana.


semalam, ada acara cultural nite, kami berbusana daearh masing-masing. saya pakai surjan dan iket dengan sarung hitam. lalu saya ngisi dengan nembang lagi dengan tembang yang saya bawakan kemaren di SPI itu.
lalu, tadi pagi saya diajak untuk ke gereja katolik st.thomas the apostle oleh kedua host kami berikut mary.
saya masih bisa mengikuti misa berbahasa inggris ini, meski pun saya menyahut semua litani dalam bahasa latin atau indonesia, sehapalnya saya saja.
dan selepas misa, saya ditanggap oleh diaken dan beberapa keluarga yang berminat pada masalah perdamaian, untuk diminta bicara mengenai apa yang sudah kami lakukan dan apa yang menjadi keprihatinan kami.
saya cerita mengenai kerjasama muslim-kristen di sala/yogya yang ingin menanam harapan agar dunia di depan lebih baik lagi, tidak ada lagi kekerasan yang berdasar agama seperti selama ini. rupanya mereka senang. mary memuji-muji saya karena saya dinilai menjawab dengan tepat kebutuhan mereka [halaaah...]
siangnya,
kami semua pergi untuk acara perpisahan di gereja episkopal st.james. makan kenyang dan seluruh makanan sisa disuruh bawa. ning aku ora...
lha legi kabeh je, bikin gendut perut, nanti sampai rumah bisa dicuekin mbek istri gimana jal?