21 June 2007

di kantor mcc akron

kami sudah di akron.
tempatnya menyenangkan. bangunan-bangunan disusun tematik, menurut kawasan geografis dunia, tempat MCC menebarkan program-programnya: asia, eropa/midle-east, afrika, amerika.
bangunannya sederhana, ringan [bukan dari batu bata tapi dari papan-papan dan beratap seng], tapi interiornya luar biasa.
segenap perlengkapan kehidupan modern bisa didapat di sana: dapur yang kumplit, living room yang nyaman, kamar tidur dan restroom yang lega... dan semuanya ditata artistik.

kantor-kantornya pun bagus, meriah dengan berbagai atribut serta ekspresi daerah-daerah pelayanan MCC di belahan dunia. bagus tidak hanya dari segi arsitekturalnya, namun juga kaya dengan informasi yang bisa dibagi.
di sini memang sangat memberi perhatian pada publikasi. ada departemen khusus untuk publikasi, dokumentasi. di sini dirancang dan dicetak serta dikirimkan leaflet, selebaran, poster, newsletter, berbagai bentuk publikasi lain, seperti juga DVD.
ini penting dan bisa ditiru, karena yang diperlukan sudah kita punya: pengelolaan informasi dan disain grafisnya [untuk website dirancang oleh kantor MCC di kanada].

itu komentar singkat saya. masih berupa laporan pandangan mata.
secara pribadi saya ingin menjanjagi kemungkinan pengembangan publikasi ini untuk PSPP. beberapa rekan alumus SPI menginginkan agar dibuatkan website untuk mengikuti perkembangan para alumni SPI: apa saja pelayanan mereka sekarang dan apa dampak bagi dirinya maupun bagi lingkungan dia setelah mengikuti SPI. saya mendapat keterangan dari judy zimmerman bahwa tentang ini sedang dibicarakan di MCC.

18 June 2007

rhizomatic economic resistance

storytelling yang saya bawakan hari ini mengemparkan kelas.
apa sebabnya? karena saya menggunakan cara bercerita yang lain dari yang lain. belum dan tidak ada yang pernah mencoba metoda cerita saya itu.
saya memulai cerita dengan menunggu dulu sampai diminta: "giliran anto silakan maju dengan ceritanya".
lalu saya jawab: "saya sebenarnya tidak punya cerita karena saya harus buru-buru, ada rapat lingkungan sebentar lagi di rumah ini. tolong kursinya... akan ada lebih dari empat orang yang hadir dalam pertemuan mingguan ini" begitu saya memulai "sandiwara" saya sambil menyeret kursi dan menatanya menjadi 4 berhadap-hadapan. lalu saya menerangkan siapa saya dalam komunitas yang akan berapat ini. ada masalah apa yang memaksa adanya rapat ini. dan, undangan untuk mereka semua [teman-teman sekelas] untuk ikut hadir dalam rapat tadi.

dari pembukaan ini saja orang sudah terkesiap. karena mereka semua, ya semua, memulai cerita dengan "ini adalah kisah yang mengharukan saya.... atau, ini adalah kisah yang mengesankan saya ketika... dst."
saya justru mendobrak batas antara pencerita dan pendengar dengan pembukaan itu tadi.
mungkin ini bukan story telling yang lazim, lebih mirip pertunjukan sandiwara singkat tapi padat. tepat 5 menit, seperti yang diminta.

saya membawakan isu mengenai rencana hendak dibangunnya supermarket di suatu desa. rencana yang sudah pasti akan dilaksanakan ini saya duga akan menimbulkan gejolak di antara para warga desa karena banyak pasar akan sepi, banyak orang akan kehilangan pekerjaannya [sopir becak, ojek, para petani dan peternak dsb.]
lalu, saya mengajak mereka untuk menghindari kekerasan dan lebih baik menempuh resistensi damai dengan menggalang kerjasama antar mereka. [ini saya manfaatkan pengerahuan dari kuliah community building di session kedua.]
lalu, sebagai penutup rapat, saya meminta para peserta rapat 'khayalan' itu untuk membuat simbol bagi gerakan ini. jangan grassroot karena itu sudah umum, gimana kalau rhizome? itu lebih cocok, karena di kampung itu ada tanaman [salah satunya adalah jahe] yang bikin kita kuat dan segar bila meminumnya. dan cara rhizome hidup itu seperti network: spreading, seperti gerakan yang kami kerjakan dalam lingkungan ini.

jadi, gerakan menolak kekuatan global dari luar itu kami lakukan secara bersama-sama. dan kami pilih simbol lokal yang akrab di antara para petani itu sendiri.
kami membaca masalah global secara lokal, dan menandinginya secara lokal pula. setelah rapat itu, saya bicara menghadap rekan sekelas menerangkan mengenai makna cerita tadi: tentang resistensi kekuatan global secara lokal, mengenai menggelindingnya diskusi dan rapat lingkungan ini di desa lain, menjalar dan merambatnya gagasan perlawanan ini secara non-violence.

agaknya ini yang bikin lisa, paullete, will, tom, jenn pada seneng. fatimah yang pernah mendengar cerita ini sebelumnya lalu berkomentar: "kamu memang aktor"

halah..!

peace building through storytelling

saya baru ngerti hari ini mengapa personal storytelling itu perlu dan kuat sebagai pembentuk opini. baru saja kami dikenalkan dengan situs jerusalemstories project pimpinan carol grossman. situs ini dengan sengaja memang memajukan strorytelling sebagai sarana untuk membangun perdamaian "building peace throug sharing stories", demikian terbaca pada situs itu.

dalam kelas tadi juga kami melakukan wawancara langsung via internet dengan pimpinan ini [ning aku ora melu takon, lha cuma "capet-capet" ngertinya je...].
"jerusalem stories harnesses the power of personal stories and portrait photographs to promote empathy between people, a critical component of sustainable peace."
carol grossman adalah seorang penulis, pengisah dan juga praktisi resolusi konflik dengan dibantu oleh fotografer lloyd wolf menghasilkan tulisan dan foto potret dari kesaksian-kesaksian orang israel dan palestina yang diwawancarainya. mereka berdua menyajikan gambar dan kesaksian personal para pengungsi dan kurban konflik berkepanjangan antara israel-palestina itu di web, sehingga mendapatkan sambutan luas dari publik dunia.
gaya penceritaan yang ringkas dan kuat, serta pemotretan yang hanya mengandalkan hitam-putih membuat website mereka terasa fokus. tidak melebar ke mana-mana.

gaya penulisan yang ringkas memberi kemungkinan untuk itu, demikian pula foto hitam-putih membuat pengamat langsung pada ekspresi wajah serta bahasa tubuh obyeknya, tidak pada pernak-pernik warna. dan cara penyajian yang fokus ini [memang sengaja cuma melulu pada storytelling] membantu pembaca untuk menuju langsung pada sasarannya.

[rasanya kita bisa bikin beginian deh...]

memilih media dan seni yang strategis untuk PB

hari-hari terakhir ini kami banyak membicarakan bagaimana menggunakan seni dan menyiasati media dalam pemberitaan serta pembentukan opini publik mengenai peacebuilding. beberapa hari yang lalu howard zehr mengisi mengenai fotografi dan mural. dia bicara mengenai mural di pennsylvania sebagai outlet ketika ada konflik atau perseteruan antar kelompok. mural sebagai buah dari perdamaian di sana. sebagai monumen, penanda, dari suatu kesepakatan dan harapan mengenai kehidupan bersama di sana.

lalu kemudian ada presentasi mengenai bagaimana menyiasati fasilitas di internet yang ternyata powerfull, baik untuk mengunggah [upload] video, foto, storytelling, berita, angket dsb. ini semua dikerjakan dengan maksud, dengan niat, dengan strategi, untuk mencapai tujuan peacebuilding.

mengapa kita peduli pada penggunaan media dan seni secara strategis untuk peacebuilding? tidak lain karena ternyata media itu lebih suka berita tentang perang dari pada perdamaian. lebih suka berita dan film horror atau kekejaman, dari pada yang menentramkan. lebih suka berita mengenai perceraian dari pada berita mengenai keluarga yang harmonis... dsb.
artinya, media perlu disiati, perlu diakali agar mau membelokkan perhatiannya juga pada usaha-usaha peacebuilding.
pemberitaan mengenai perang, misalnya, bisa ditonjolkan mengenai perlunya perang dihentikan. pemberitaan mengenai security, musti ditonjolkan segi keamanan anak-cucu kita di depan, dan bukan tentang perasaan terancam kita.

bagaimana media disiasati?
yang jelas, media perlu diakui kekuatannya dulu, setelah itu baru bagaimana kita menyisipi hutan belantara kekerasan itu dengan cara lain. seperti, bagaimana mengatakan "tidak" dengan cara lucu, sopan dan elegan itu lho...

17 June 2007

no church please...

sorry, i am not going to the church this morning.
i prefer to go to the leipzig service at the lehman auditorium. we celebrate another kind of mass there with shenandoah valley bach festival.
an interfaith mass celebration, you may say.

[sorry, i have already made some notes on this celebration, in another place. follow this link]