ini adalah topik panjang yang dibicarakan sejak kemaren.
bagaimana mungkin sebuah sikap bermusuhan, dendam dan kekerasan yang tertimbun karena beliefs, values, ideology, tradition bisa terhapus begitu saja?
ini semuskhil memindah pucuk gunung es tanpa memindah sekujur gugusan gunung yang ada di bawahnya.
hanya satu saja caranya, ialah pengampunan. forgiveness.
dan untuk topik itu kami belajar dari tradisi budhis, khususnya zen-budhism.
kemaren kami membahas mengenai empty mind. dan sekarang kami belajar mengenai the noble truth dari seorang budhist yang diundang untuk memberi ceramah dalam kelas kami.
01 June 2007
30 May 2007
philosophy and praxis of reconsciliation
kelas dibuka kemaren dengan membahas perbandingan mekanisme dalam menangani konflik. dari yang menggunakan pemaksaan hingga rekonsiliasi. keduanya ditempatkan sebagai sebuah kontinuum. pembandingan ini dimaksud agar kami bisa digiring untuk menghargai rekonsiliasi.
rekonsiliasi disadari bukanlah perkara sederhana. ini seperti puncak gunung es. yang kelihatan cuma sedikit, sementara yang terendam di air adalah nilai-nilai, kepercayaan, life-style dan berbagai hal yang mewarnai tindakan yang terlihat di permukaan tadi.
[materi seperti ini sudah saya ketahui di PSPP karena tiap kali pelatihan selalu menggunakan penyadaran ini bahwa konflik itu ada akar-akar lembut yang mencengkeram di bawah yang nampak].
hari ini tadi kami mendiskusikan persentuhan kekristenan dengan zen budhism. khususnya mengenai pengertian empty mind. dalam kutipan yang digunakan, nampaklah istilah sunyata yang dalam budhism dimengerti sebagai kekosongan tapi penuh isi. pengertian ini masih dilestarikan oleh orang jawa yang mengatakan kasunyatan sebagai kenyataan, realitas.
padahal, istilah itu memuat pengertian sunya yang berarti kosong atau sepi.
malam ini kami mendapat tugas untuk diskusi esok pagi mengenai kasus konflik-konflik di rwanda. ini konflik yang rumit, berbelit-belit antara kepentingan politik luar negeri para bekas penjajah [belgia], konflik historis antar etnik dan berbagai kekuatan wacana yang dibikin oleh para penulis kisah sejarah.
jangan kemana-mana, tunggulah laporan saya esok hari.
halah..!
rindu ronda
tengah malam ini aku nglilir.
tadi udah ketiduran di sofa ketika nonton tivi.
jam segini ini biasanya aku mendengar bunyi kentongan ronda.
tapi tidak di sini.
aku rindu bunyi kentongan ronda.
bunyi yang membuatku terjaga.
jam-jam segini ini biasanya.
tapi tidak di sini.
tadi udah ketiduran di sofa ketika nonton tivi.
jam segini ini biasanya aku mendengar bunyi kentongan ronda.
tapi tidak di sini.
aku rindu bunyi kentongan ronda.
bunyi yang membuatku terjaga.
jam-jam segini ini biasanya.
tapi tidak di sini.
29 May 2007
living in harmony
tadi kami kelompok asia&australia diminta mewarnai pembukaan session ketiga.
beberapa hari ini kami berapat dan tidak pernah lengkap: myra, alex, victor, saya, hur, pak yo, pak paulus. lalu tadi ketambahan ling yang baru datang dari weekend.
tema, seperti yang saya usulkan dan diterima secara aklamasi, adalah "living in harmony". tema ini saya pilih karena saya pikir kekhasan kultur di asia adalah seperti itu: harmoni, alih-alih dominasi. baik harmoni terhadap alam, sesama maupun "yang ilahi".
acara tadi dimulai dengan pemanggilan, yakni tiupan seruling dan pukulan lunak mangkuk budha. seruling yang niup saya. lha adanya adalah seruling blok yang doremi itu, maka tak tiup aja seruling itu kuat-kuat sehingga melengking tinggi dan saya mainkan seperti tiupan yang merintih-rintih... tak tiup semau-mau saya. wis, embuh lagunya apa, pokokmen tak tiup meliuk-liuk gitu...
eee... lha kok malah menarik orang sehingga mereka mau berkumpul masuk ke ruangan dan berebut motretin sayah...aduh... jadi ge-er nih...
lalu acara dibuka dengan penyalaan dupa oleh alex, yang kemudian dupa itu ditancepin di mangkuk berisi pasir yang ditarok di atas meja utama [sementara itu, di halaman luar, di sudut-sudutnya udah tak tancepin 12 batang dupa di keempat penjuru angin].
lalu ada sambutan pembukaan oleh myra, disusul oleh berbagai sambutan lain dari pat martin dan doa. lalu ada tarian selamat datang dari laos dan myanmar yang dilakukan oleh ling dan victor. victor ini juga ndagel, nari semau-maunya asal gerak niru gerakannya ling aja...
saya -seperti biasa- diminta ngurusin komputer untuk presentasi foto-foto mengenai asia&australia. ini bukan foto-foto untuk konsumsi turis, tapi memang tak download dari internet sehingga dapet foto-foto buagus... dan memang dipuji banyak orang. isinya mengenai harmoni dengan alam dan manusia serta aktivitas religius orang asia.
habis itu acara perkenalan masing-masing dengan cara maju menyebutkan nama dan asal lalu menempelkan stiker kecil berwarna-warni [boleh dipilih sendiri mau warna apa] di peta dunia besar yang sudah ditempel di depan. acara ini menarik karena dengan demikian acara perkenalan lalu meninggalkan jejak secara spatial.
selanjutnya nyanyi dengan lagu berbahasa tagalog, spanyol dan inggris tentang damai, yang dipimpin myra. ini meriah dan gayeng. dan seterusnya hingga berakhir dengan menyanyikan shallom...shanti...shadu...shancai...salam...
sungguh. acara tadi mengesan dan kami semua merasakan sukses.
thanks lord!
beberapa hari ini kami berapat dan tidak pernah lengkap: myra, alex, victor, saya, hur, pak yo, pak paulus. lalu tadi ketambahan ling yang baru datang dari weekend.
tema, seperti yang saya usulkan dan diterima secara aklamasi, adalah "living in harmony". tema ini saya pilih karena saya pikir kekhasan kultur di asia adalah seperti itu: harmoni, alih-alih dominasi. baik harmoni terhadap alam, sesama maupun "yang ilahi".
acara tadi dimulai dengan pemanggilan, yakni tiupan seruling dan pukulan lunak mangkuk budha. seruling yang niup saya. lha adanya adalah seruling blok yang doremi itu, maka tak tiup aja seruling itu kuat-kuat sehingga melengking tinggi dan saya mainkan seperti tiupan yang merintih-rintih... tak tiup semau-mau saya. wis, embuh lagunya apa, pokokmen tak tiup meliuk-liuk gitu...
eee... lha kok malah menarik orang sehingga mereka mau berkumpul masuk ke ruangan dan berebut motretin sayah...aduh... jadi ge-er nih...
lalu ada sambutan pembukaan oleh myra, disusul oleh berbagai sambutan lain dari pat martin dan doa. lalu ada tarian selamat datang dari laos dan myanmar yang dilakukan oleh ling dan victor. victor ini juga ndagel, nari semau-maunya asal gerak niru gerakannya ling aja...
saya -seperti biasa- diminta ngurusin komputer untuk presentasi foto-foto mengenai asia&australia. ini bukan foto-foto untuk konsumsi turis, tapi memang tak download dari internet sehingga dapet foto-foto buagus... dan memang dipuji banyak orang. isinya mengenai harmoni dengan alam dan manusia serta aktivitas religius orang asia.
habis itu acara perkenalan masing-masing dengan cara maju menyebutkan nama dan asal lalu menempelkan stiker kecil berwarna-warni [boleh dipilih sendiri mau warna apa] di peta dunia besar yang sudah ditempel di depan. acara ini menarik karena dengan demikian acara perkenalan lalu meninggalkan jejak secara spatial.
selanjutnya nyanyi dengan lagu berbahasa tagalog, spanyol dan inggris tentang damai, yang dipimpin myra. ini meriah dan gayeng. dan seterusnya hingga berakhir dengan menyanyikan shallom...shanti...shadu...shancai...salam...
sungguh. acara tadi mengesan dan kami semua merasakan sukses.
thanks lord!
27 May 2007
everybody is someone's hero
kayaknya iklan asuransi. entahlah, aku nggak ingat benar. itu terbaca selintas ketika kami dolan ke dc.
kami tadi ke washington dc [lagi]. kali ini bersama pak hur, pak yo, dan daniel. saya sebenarnya tidak niat karena tahu bahwa untuk bepergian begini pasti bakal keluar uang banyak. tapi karena ada rencana mau mblusak-blusuk pake metro, maka saya pun tertarik. apalagi daniel janjiin ongkosnya masih terjangkau.
kami blusukan ke united states holocaust memorial museum.
museum hasil karya almarhum arsitek james ingo freed ini sebenarnya biasa-biasa saja, tapi mendapatkan lokasi site yang bagus dan terhormat. dan yang lebih penting dari itu adalah caranya mendisplay materi pameran serta otentisitas materi pamerannya sendiri memang kuat. dia pernah jadi orang kepercayaan arsitek i.m. pei, yang merancang east building national gallery of art di deket situ.
otentisitas materi pamerannya sendiri kuat. ngefek banget!
buktinya, semua orang merasa ngeri sepulang dari sini. termasuk pak yo.
dan sebenarnya, ini sudah dikatakan oleh daniel sebelum kami pergi.
daniel hari ini jadi pahlawan kami. dia menuntun kami seharian, juga mbayari duluan pembelian karcis metro, lalu membantu menyusuri peta bawah tanah dc yang buat kami rumit itu. udah gitu, dia masih nyopirin dari fairfax sampai ke harrisonburg pergi pulang!
halah...
itu belum apa-apa saudara-saudara. sebab, ketahuilah, dia pula yang mbayarin bengsinnya! betapa tidak tahu malunya kami ini...:-)
udah gitu, di asrama, dia masih masakin nasi buat kami..
[betapa keterlaluannya dia! eh, maksudku, betapa keterlaluan baiknya dia]
hari ini,
dialah hero kami.
tenan!
keset raksasa
[tulisan ini masih seperti tulisan-tulisan sebelumnya, isinya cuma gumun-gumunan. terheran-herannya wong ndesa seperti saya ketika masuk di dunia yang amat berbeda.]
tadi malam kami diundang makan malam oleh puput, nita, daniel dan chie-chie.
kami masuk ke rumah mereka yang tidak jauh dari rumah pak yoder dan pak sumanto.
masuk rumah itu perkara tersendiri.
setelah pintu rangkap itu dibuka [pintunya memang ganda, satu membuka keluar, satu membuka ke dalam] kami berada dalam ruang 2x2 meter yang dikitari pintu semua. kami di minta masuk ke salah satu pintu yang membawa kami ke tangga naik ke attic.
tangganya tertutup karpet sepenuhnya.
setelah naik sampai di atas, lantainya pun jebul tertutup karpet sekujurnya.
saya perhatikan, tidak ada satupun di antara kami yang lepas sepatu atau sandal. jadilah kami semua mendaki tangga dan masuk ruang atas dengan sepatu dan sandal melekat di kaki.
lha jebul, ini memang kebiasaan di sini. lumrah bila sandal dan sepatu tetap melekat sementara lantai tertutup karpet.
karpet ini, rasanya, sudah menjadi keset raksasa.
walau pun, sandal dan sepatu kami tidak sekotor di indonesia, tapi tetap saja saya tidak tega mengenakan sepatu di lantai karpet itu: sepatu sandal saya tak lepas di dekat pintu keluar.
ketika saya pulang, yang celaka saya sendiri: harus nyari-nyari di mana narok sepatu sandal saya tadi...
[salahe dhewe ndadak dilepas segala! nggayaa...he..he..]
tadi malam kami diundang makan malam oleh puput, nita, daniel dan chie-chie.
kami masuk ke rumah mereka yang tidak jauh dari rumah pak yoder dan pak sumanto.
masuk rumah itu perkara tersendiri.
setelah pintu rangkap itu dibuka [pintunya memang ganda, satu membuka keluar, satu membuka ke dalam] kami berada dalam ruang 2x2 meter yang dikitari pintu semua. kami di minta masuk ke salah satu pintu yang membawa kami ke tangga naik ke attic.
tangganya tertutup karpet sepenuhnya.
setelah naik sampai di atas, lantainya pun jebul tertutup karpet sekujurnya.
saya perhatikan, tidak ada satupun di antara kami yang lepas sepatu atau sandal. jadilah kami semua mendaki tangga dan masuk ruang atas dengan sepatu dan sandal melekat di kaki.
lha jebul, ini memang kebiasaan di sini. lumrah bila sandal dan sepatu tetap melekat sementara lantai tertutup karpet.
karpet ini, rasanya, sudah menjadi keset raksasa.
walau pun, sandal dan sepatu kami tidak sekotor di indonesia, tapi tetap saja saya tidak tega mengenakan sepatu di lantai karpet itu: sepatu sandal saya tak lepas di dekat pintu keluar.
ketika saya pulang, yang celaka saya sendiri: harus nyari-nyari di mana narok sepatu sandal saya tadi...
[salahe dhewe ndadak dilepas segala! nggayaa...he..he..]
mak jedhuer..!
itu suara khas pintu bila sedang ditutup di sini: selalu menghasilkan bunyi seperti dibanting. [tindakan seperti kita menutup pintu mobil, yang kebanyakan juga dilakukan dengan cara membantingnya].
untuk saya dan teman-teman yang belum biasa, ini menggelisahkan: siapa yang marah ya?
membanting pintu itu bagi saya adalah salah satu ekspresi marah yang terungkap secara tidak langsung. mungkin karena obyek kemarahannya tidak hadir, atau dia terlalu besar dan kuat untuk dilawan? bisa saja. tapi menutup pintu sehingga menghasilkan suara seperti dibanting pasti membutuhkan disain pintu, engsel dan slot kunci yang bermutu tinggi. demikian juga kualitas daun pintunya musti tebal dan 'tahan banting'.
membuka pintu, tindakan yang berlawanan dari menutup pintu, sebagai konsekuensinya juga harus dikerjakan dengan penuh tenaga. karena umumnya rumah-rumah dan bangunan umum di sini pintu luarnya membuka ke luar, maka untuk membukanya kita harus menariknya kuat-kuat.
itu sebabnya maka bagi orang tua dan orang difabel disediakan tombol untuk membukakan pintu itu secara otomatis. tinggal didudul dengan ujung payung saja pintu seberat itu akan membuka dengan sendirinya.
tapi,
mengapa disain pintu di sini harus begitu?
barangkali karena memang antara ruang luar dan ruang dalam itu memang harus tersekat sempurna. khususnya pada musim dingin, ruang dalam harus diisolasi dari ruang luar dan tidak membolehkan adanya celah yang bisa disusupi udara atau angin dingin masuk ke dalam bangunan. itu sebabnya maka semua daun pintu berikut sistem penguncinya harus menjamin isolasi tadi.
pintu yang berat dan tertutup rapat bisa terselenggara gerakannya karena ada door closer otomatis yang biasa dipasang di pintu-pintu bangunan umum [kadang di rumah ada yang masang juga].
tentu, setelah pintu dibuka otomatis, pintu itu juga akan menutup secara otomatis, juga dengan suara "mak jedhuer..!" tadi.
halah...
untuk saya dan teman-teman yang belum biasa, ini menggelisahkan: siapa yang marah ya?
membanting pintu itu bagi saya adalah salah satu ekspresi marah yang terungkap secara tidak langsung. mungkin karena obyek kemarahannya tidak hadir, atau dia terlalu besar dan kuat untuk dilawan? bisa saja. tapi menutup pintu sehingga menghasilkan suara seperti dibanting pasti membutuhkan disain pintu, engsel dan slot kunci yang bermutu tinggi. demikian juga kualitas daun pintunya musti tebal dan 'tahan banting'.

itu sebabnya maka bagi orang tua dan orang difabel disediakan tombol untuk membukakan pintu itu secara otomatis. tinggal didudul dengan ujung payung saja pintu seberat itu akan membuka dengan sendirinya.
tapi,
mengapa disain pintu di sini harus begitu?
barangkali karena memang antara ruang luar dan ruang dalam itu memang harus tersekat sempurna. khususnya pada musim dingin, ruang dalam harus diisolasi dari ruang luar dan tidak membolehkan adanya celah yang bisa disusupi udara atau angin dingin masuk ke dalam bangunan. itu sebabnya maka semua daun pintu berikut sistem penguncinya harus menjamin isolasi tadi.
pintu yang berat dan tertutup rapat bisa terselenggara gerakannya karena ada door closer otomatis yang biasa dipasang di pintu-pintu bangunan umum [kadang di rumah ada yang masang juga].
tentu, setelah pintu dibuka otomatis, pintu itu juga akan menutup secara otomatis, juga dengan suara "mak jedhuer..!" tadi.
halah...
Subscribe to:
Posts (Atom)