kelas dibuka kemaren dengan membahas perbandingan mekanisme dalam menangani konflik. dari yang menggunakan pemaksaan hingga rekonsiliasi. keduanya ditempatkan sebagai sebuah kontinuum. pembandingan ini dimaksud agar kami bisa digiring untuk menghargai rekonsiliasi.
rekonsiliasi disadari bukanlah perkara sederhana. ini seperti puncak gunung es. yang kelihatan cuma sedikit, sementara yang terendam di air adalah nilai-nilai, kepercayaan, life-style dan berbagai hal yang mewarnai tindakan yang terlihat di permukaan tadi.
[materi seperti ini sudah saya ketahui di PSPP karena tiap kali pelatihan selalu menggunakan penyadaran ini bahwa konflik itu ada akar-akar lembut yang mencengkeram di bawah yang nampak].
hari ini tadi kami mendiskusikan persentuhan kekristenan dengan zen budhism. khususnya mengenai pengertian empty mind. dalam kutipan yang digunakan, nampaklah istilah sunyata yang dalam budhism dimengerti sebagai kekosongan tapi penuh isi. pengertian ini masih dilestarikan oleh orang jawa yang mengatakan kasunyatan sebagai kenyataan, realitas.
padahal, istilah itu memuat pengertian sunya yang berarti kosong atau sepi.
malam ini kami mendapat tugas untuk diskusi esok pagi mengenai kasus konflik-konflik di rwanda. ini konflik yang rumit, berbelit-belit antara kepentingan politik luar negeri para bekas penjajah [belgia], konflik historis antar etnik dan berbagai kekuatan wacana yang dibikin oleh para penulis kisah sejarah.
jangan kemana-mana, tunggulah laporan saya esok hari.
halah..!
No comments:
Post a Comment