18 June 2007

rhizomatic economic resistance

storytelling yang saya bawakan hari ini mengemparkan kelas.
apa sebabnya? karena saya menggunakan cara bercerita yang lain dari yang lain. belum dan tidak ada yang pernah mencoba metoda cerita saya itu.
saya memulai cerita dengan menunggu dulu sampai diminta: "giliran anto silakan maju dengan ceritanya".
lalu saya jawab: "saya sebenarnya tidak punya cerita karena saya harus buru-buru, ada rapat lingkungan sebentar lagi di rumah ini. tolong kursinya... akan ada lebih dari empat orang yang hadir dalam pertemuan mingguan ini" begitu saya memulai "sandiwara" saya sambil menyeret kursi dan menatanya menjadi 4 berhadap-hadapan. lalu saya menerangkan siapa saya dalam komunitas yang akan berapat ini. ada masalah apa yang memaksa adanya rapat ini. dan, undangan untuk mereka semua [teman-teman sekelas] untuk ikut hadir dalam rapat tadi.

dari pembukaan ini saja orang sudah terkesiap. karena mereka semua, ya semua, memulai cerita dengan "ini adalah kisah yang mengharukan saya.... atau, ini adalah kisah yang mengesankan saya ketika... dst."
saya justru mendobrak batas antara pencerita dan pendengar dengan pembukaan itu tadi.
mungkin ini bukan story telling yang lazim, lebih mirip pertunjukan sandiwara singkat tapi padat. tepat 5 menit, seperti yang diminta.

saya membawakan isu mengenai rencana hendak dibangunnya supermarket di suatu desa. rencana yang sudah pasti akan dilaksanakan ini saya duga akan menimbulkan gejolak di antara para warga desa karena banyak pasar akan sepi, banyak orang akan kehilangan pekerjaannya [sopir becak, ojek, para petani dan peternak dsb.]
lalu, saya mengajak mereka untuk menghindari kekerasan dan lebih baik menempuh resistensi damai dengan menggalang kerjasama antar mereka. [ini saya manfaatkan pengerahuan dari kuliah community building di session kedua.]
lalu, sebagai penutup rapat, saya meminta para peserta rapat 'khayalan' itu untuk membuat simbol bagi gerakan ini. jangan grassroot karena itu sudah umum, gimana kalau rhizome? itu lebih cocok, karena di kampung itu ada tanaman [salah satunya adalah jahe] yang bikin kita kuat dan segar bila meminumnya. dan cara rhizome hidup itu seperti network: spreading, seperti gerakan yang kami kerjakan dalam lingkungan ini.

jadi, gerakan menolak kekuatan global dari luar itu kami lakukan secara bersama-sama. dan kami pilih simbol lokal yang akrab di antara para petani itu sendiri.
kami membaca masalah global secara lokal, dan menandinginya secara lokal pula. setelah rapat itu, saya bicara menghadap rekan sekelas menerangkan mengenai makna cerita tadi: tentang resistensi kekuatan global secara lokal, mengenai menggelindingnya diskusi dan rapat lingkungan ini di desa lain, menjalar dan merambatnya gagasan perlawanan ini secara non-violence.

agaknya ini yang bikin lisa, paullete, will, tom, jenn pada seneng. fatimah yang pernah mendengar cerita ini sebelumnya lalu berkomentar: "kamu memang aktor"

halah..!

1 comment:

Anonymous said...

wadalaaah, tho p antookk...
jebul konsep republik bbm/republik mimpi, maupun modelnya tukul sangat laku dijual ke para 'londo' amrik ya..jane kita itu memang potensial lho merangkai metode approach, sayang ora tau tenanan. ya, pf deh utk kerja kerasnya disana

salam,
dhira